Bite-sized Bulletin

Recalibrating Digital Commerce Landscape

Landscape Digital Marketing terus berubah. Apakah kita sebagai brand siap menghadapi perubahan tersebut? Sebelum bisa menjawab pertanyaan tersebut, mari kita bersama-sama melihat update yang terjadi sebagai konteks dari pertanyaan tersebut.

Apa yang terjadi di Market dan bagaimana potensi pengaruhnya ke Brand

Era e-commerce masih begitu menjanjikan, terutama jika kita melihat proyeksi pertumbuhan Gross Merchandise Value (GMV) yang dikeluarkan oleh e-Conomy SEA 2023 oleh Google, Temasek, dan Bain & Company. Di Indonesia, GMV e-commerce diprediksi akan terus melonjak hingga tahun 2030. Ini bukan hanya kesempatan besar, tapi juga tantangan untuk terus berinovasi guna mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasar.

Namun, kondisi perekonomian juga berperan penting dalam dinamika pasar ini. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya penurunan daya beli di luar kebutuhan pokok akhir-akhir ini. Kesadaran terhadap faktor-faktor makro seperti ini memungkinkan kita untuk melakukan antisipasi dan inovasi dalam menjawab berbagai tantangan yang muncul.

Menurut survei dari We Are Social, konsumen saat ini cenderung berbelanja ketika ada kupon atau diskon. Sementara itu, hasil survei dari Populix menunjukkan bahwa loyalitas terhadap merek tidak terlalu kuat mempengaruhi keputusan pembelian. Kemudahan akses terhadap berbagai merek internasional, jasa titip beli (jastip), belanja barang bekas (thrifting), dan penyewaan (rental) semakin memberi konsumen banyak opsi dalam berbelanja. Di atas itu semua, pengeluaran untuk pengalaman juga mengalami peningkatan. Data dari BPS menunjukkan jumlah perjalanan wisatawan domestik meningkat dalam 5 tahun terakhir, sementara jumlah klinik kecantikan, konser, dan gym semakin menjamur.

Penurunan daya beli yang digabungkan dengan banyaknya pilihan konsumen dalam berbelanja berpotensi membuat mereka lebih selektif dan hati-hati dalam mengelola anggaran belanja mereka.

Dalam menghadapi dinamika pasar yang semakin kompleks ini, brand perlu tidak hanya mengikuti tren, tetapi juga memahami perubahan perilaku konsumen dan berinovasi dalam menyajikan nilai tambah yang sesuai. Dengan memahami dan menyesuaikan diri dengan perubahan ini, brand dapat memposisikan dirinya secara lebih baik untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang di pasar yang terus berubah.

Perubahan di Landscape Digital Commerce

Dalam dunia digital commerce yang terus berubah, brand harus semakin meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan anggaran marketing. Ini penting karena jumlah opsi channel marketing yang perlu dikelola juga meningkat. Perubahan channel marketing seringkali mengikuti preferensi audiens. Misalnya, fitur live streaming kini sudah menjadi standar; semua marketplace besar sudah memiliki fitur tersebut. Ada juga pergeseran potensial dan preferensi audiens yang perlu diperhatikan.

Data internal menunjukkan bahwa potensi channel-channel ini telah direspon dengan perubahan alokasi anggaran. Jika sebelumnya anggaran lebih banyak dialokasikan untuk website, kini ada pergeseran ke Shopee dan TikTok. Anggaran ini bisa saja meningkat atau tetap, namun yang terpenting adalah bagaimana kita mengoptimalkan serta melakukan evaluasi untuk perbaikan dan inovasi dalam mengelola anggaran tersebut.

Brand juga perlu memiliki strategi dan sumber daya yang khusus untuk manajemen influencer, seiring dengan meningkatnya relevansi influencer di pasar. Di sini, data menunjukkan pentingnya memiliki layanan manajemen KOL (Key Opinion Leader). Layanan ini memerlukan keterampilan dalam negosiasi, konsistensi dalam follow-up, serta pencatatan track record KOL.

Selain itu, ada indikasi bahwa brand perlu berinovasi di channel alternatif seperti saluran milik sendiri (own channel). Hal ini disebabkan oleh perubahan yang tidak dapat diprediksi di platform e-commerce. Misalnya, ikut serta dalam semua program promosi di atas 10%, akses ke database pelanggan yang dibatasi, serta perubahan Service Level Agreement (SLA). Saat ini, WhatsApp sudah bisa menjadi saluran penjualan yang efektif, di mana pelanggan dapat menambahkan produk ke keranjang dan melakukan pembayaran langsung. Untuk informasi lebih lengkap, silakan hubungi kami.

Dalam menghadapi semua perubahan ini, penting bagi brand untuk memiliki strategi yang adaptif dan terus berinovasi dalam setiap aspek pengelolaan anggaran dan manajemen channel marketing. Dengan begitu, brand dapat tetap relevan dan kompetitif di tengah landscape digital commerce yang dinamis.

Studi Kasus

Di era digital yang terus berubah, banyak brand lokal dan internasional sudah mulai merancang pengalaman khusus untuk para pelanggan mereka melalui saluran mereka sendiri. Fitur-fitur seperti filter try-on, akses ke koleksi terbatas, program poin, komunitas, hingga live streaming menjadi elemen yang membedakan pengalaman tersebut. Semua ini bertujuan untuk membangun hubungan yang lebih erat antara brand dan audiens mereka. Selain itu, brand juga memanfaatkan keterlibatan dan feedback yang diterima untuk menjawab kebutuhan pelanggan, sehingga mereka tetap relevan di pasar yang kompetitif.

Dari kasus tersebut bisa menjadi referensi kita dalam menghadapi pelanggan yang semakin selektif di pasar yang semakin kompetitif dan penuh ketidakpastian. Saluran milik sendiri (own channel) bisa menjadi "senjata" bagi brand untuk melakukan diferensiasi, sehingga brand semakin terlihat dan juga memiliki keunikan di pasar yang pelanggannya semakin selektif dan di mana banyak sekali opsi brand kompetitor.

Selanjutnya, kita lihat contoh salah satu brand Hijab & Fashion yang kami tangani, brand ini berhasil mentransformasi interaksi dengan komunitasnya menjadi kreasi. Ini tetap merespon pasar yang semakin selektif dan kompetitif. Keterlibatan dengan pelanggan di saluran-saluran brand dapat dioptimalkan untuk menjadi konten bahkan produk baru yang sesuai dengan kebutuhan atau selera pelanggan.

Contoh lainnya adalah brand Beauty & Fashion yang kami tangani, brand-brand ini konsisten dalam merespon audiens mereka. Tingginya tingkat keterlibatan mereka digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kebutuhan pelanggan. Dari sini, mereka bisa terus berinovasi dan menciptakan produk atau layanan yang benar-benar diinginkan oleh pelanggan mereka.

Jadi, dalam menghadapi perubahan landscape Digital Marketing, kunci utamanya adalah bagaimana kita menggunakan own channel untuk menciptakan pengalaman dan membangun hubungan yang unik dan berarti dengan pelanggan kita. Dengan begitu, kita bisa tetap relevan dan kompetitif di pasar yang terus berubah ini.

Tulisan ini terinspirasi dari Industry Report yang diperkenalkan saat acara Integrate pada 22 Mei 2024 lalu. Integrate adalah acara tahunan yang diadakan secara rutin oleh MGDverse. Pada tahun 2024, acara tersebut mengundang 11 pembicara ahli, klien, dan penggemar bisnis dengan tema "Redefine".

QnA

Own channel is in! Brand kamu bisa mendorong customer untuk pindah keown channel seperti website dengan special offer yang dipromosikan dengan baik.

Gen Z lebih pilih TikTok! ...terutama jika dibandingkan dengan generasi milenial. Ada pergeseran dalam pilihan channel audiens yang membuat TikTok punya potensi pasar besar.

Cara stabil di tengah spending behavior rendah? Kamu bisa membuat produk kategori entry-level dengan harga terjangkau. Tujuannya, customer bisa “mencicipi” value kita dengan kualitas yang sama.

Shopee jadi target utama spending? Platform yang mengarah ke Shopee seperti CPAS & Iklanku masih juara. Tapi, teruslah bereksperimen & meng-adjust ads kamu sesuai target audiens.

Customer pilih brand besar, atau harga murah? Harga murah memang menarik, tapi data menunjukan customer makin selektif & banyak opsi. Fokus pada value brand kamu & komunikasikan dengan baik.

Digital Marketing
Digital Commerce